Sejarah Pembuatan Jalan Dijambi
Jalan raya di zaman Pemerintah
Hindia Belanda dibangun sekitar tahun
1903 -1906 dengan pembangunan jalan setapak untuk kuda dari Sungai Penuh hingga Sanggaran
Agung.
Pembangunan jalan raya luar kota
pertama zaman pemerintahan Hindia
Belanda dari Kota Jambi ke Muara Tembesi sepanjang 92 km
dibangun sekitar tahun 1928- 1930. Beberapa jalan juga dibangun didalam kota
seperti jalan dari Simpang Jelutung hingga ke Bandara Pal Merah (kini
Bandara Sultan Thaha) sekitar 5 km dan beberapa jalan dari Kota Jambi hingga
Merlung.
Pembangunan jembatan gantung
mulai dibangun sekitar tahun 1934 mulai dari Jembatan gantung Batang Merangin. jembatan Batang Bungo,
Jembatan Batang Tebo dan Jembatan
Beatrix di Sarolangun.
Pada saat zaman Jepang sekitar
tahun 1942-1943 juga dimulai perintisan
jalan dari Sungai Penuh hingga Bangko. Meskipun pembangunan jalan sudah sudah dimulai sejak zaman Belanda
namun kondisinya sangat membahayakan karena berada di pinggir jurang kemudian dilanjutkan dgn pelayangan di
sekitar Penetai.
Di Muara Emat sekitar Bedeng VIII
ada sebuah batu besar yang dinamakan
Batu Namora karena ada seorang serdadu
Jepang yang tewas akibat pengerjaan jalan tersebut.
Pada zaman sesudah kemerdekaan
sekitar Tahun 1950 an jarak tempuh dari Sungai Penuh hingga ke Kota
Jambi memakan waktu hampir 12-14 hari dgn
berjalan kaki dan menaiki rakit bambu atau perahu.
Pada era tahun 1960 an ada
beberapa kendaraan Jeep yang melayani rute Sungai Penuh hingga ke Bangko
kemudian dilanjutkan dgn melalui jalur sungai Merangin ke Kota Jambi.
Pada tahun 1970 an mulailah
trayek kendaraan penumpang ke Kota Jambi yang dulu harus melewati pelayangan di
Batang Merangin dan Batang Tembesi ( Sarolangun) karena putusnya jembatan
Beatrix.
Pada masa tahun 1983 setelah
adanya pembangunan jalan trans Sumatera kondisi jalan sudah lancar namun
beberapa ruas jalan dari Sarolangun hingga Muara Tembesi masih jalan tanah.