Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sungai Bahar


 SEJARAH SUNGAI BAHAR

BERSERTA AWAL MULA  SEGALA PERMASALAHAN SUNGAI BAHAR

Sungai Bahar merupakan daerah transmigrasi yang dibuka tahun 1984  yang mempunyai Luas Wilayah 1000 km2 dan Penduduk ± 75.000 Jiwa yang terletak dibagian Barat Kabupaten Muaro Jambi.

Daerah ini merupakan eks pemerintah transmigrasi yang terdiri dari 22 UPT yang telah menjadi desa defenitif, mempunyai penduduk yang cukup padat dan heterogen terdiri dari berbagai etnis yang membaur secara rukun dan damai. Wilayah ini terletak ± 85 Km dari Pusat Pemerintahan yang dapat di akses melalui jalan dengan kondisi yang cukup baik beraspal hingga kepusat kecamatan di desa Marga (Unit IV).

Pada tahun 2010 lalu, Sungai Bahar sudah dipecah menjadi 3 kecamatan, yaitu kecamatan sungai bahar, berpusat di desa marga manunggal jaya, bahar selatan berpusat di desa bukit subur, serta  bahar utara yang berpusat di desa talang datar.

Sebelum pemekaran tahun 2009, Sungai Bahar termasuk kedalam Kecamatan Mestong. masih dalam wilayah Kabupaten Batanghari. Sungai Bahar juga merupakan tempat Suku Anak Dalam Batin 9. Kelompok Batin Sembilan yang mendiami 9 daerah aliran sungai (Sungai Jebak, Jangga, Bahar, Bulian/ Semak), Sekisak, Sekamis, Burung Hantu / sungai Pemayung, Pemusiran dan sungai Singoan). Mereka merupakan kelompok suku lokal yang salah satunya bermukim di Desa Tanjung Lebar, kec. Sungai Bahar.

Keberadaan SAD Batin Sembilan telah ada sejak sebelum masa kemerdekaan juga sejak Desa Tanjung Lebar masih berstatus sebagai dusun sebelum tahun 1981. Semenjak diberlakukan Undang-Undang Desa tahun 1979, banyak perubahan yang dihadapi oleh SAD Batin Sembilan seiring dengan perubahan status dusun menjadi desa tersebut.

Perubahan tersebut disusul oleh adanya gelombang besar kedatangan masyarakat pendatang akibat adanya kebijakan transmigrasi dan perhutani, perusahaan, maupun penduduk wilayah lain yang datang dengan sendirinya untuk membuka ladang baru. Sedangkan jejak penamaan “Bahar” tidak dapat dilepaskan dari sejarah panjang dari perdagangan Lada di Jambi. istilah Bahar adalah untuk satuan terhadap barang. Dalam hal ini satuan terhadap Lada (di Jambi sering disebut dengan Sahang). Satu bahar = 6 zaak. Atau 25-30 real (1660. Laporan J. C. Van Leur).

 Dalam perkembangannya, harga satu bahar Lada kemudian disetarakan dengan 12-30 real. Dalam perdagangan di Sumatera, Politik Lada dikenal memasuki paruh abad XVII.

Wilayah Sungai Bahar yang mempunyai topografi rendah, cocok untuk dijadikan lahan perkebunan. Inilah salah satu faktor daerah ini dibuka tahun 1984 untuk menjadi daerah tujuan transmigrasi. Unit-unit pemukiman desa transmigrasi yang telah dibangun tersebut dilengkapi dengan sarana fasilitas umum serta prasarana lainnya seperti jalan desa, jalan poros/ penghubung keluar lokasi. Tercatat dari data dinas transmigrasi provinsi Jambi sejak pra Pelita hingga tahun 2013 di Provinsi Jambi telah dibangun Pemukiman Transmigrasi sebanyak 208 unit dengan pengerahan dan Penempatan Transmigrasi 83.258 KK=353.726 jiwa.

Dari 208 UPT yang dibangun seluruhnya menjadi desa Definitif, dimana 301 unit telah berintegrasi dengan Pemerintah Daerah dan 7 unit lainnya masih mendapatkan pembinaan dari dinas tenaga kerja dan transmigrasi.

Selanjutnya sejalan dengan pengembangan dan perkembangan daerah, empat desa eks UPT telah berkembang menjadi ibu kota kecamatan dan salah satunya Desa Marga Eks UPT Sungai Bahar IV menjadi ibu kota kecamatan Sungai Bahar, Kab. Muaro Jambi.9 Letak geografis Kecamatan Sungai Bahar mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara: Kecamatan Muara Bulian

b. Sebelah Timur: Kecamatan Mestong dan Propinsi Sumatera Selatan

c. Sebelah Selatan: Kecamatan Muara Bulian

d. Sebelah Barat: Kecamatan Muara Bulian.

Adapun wilayah administrasi Kecamatan Sungai Bahar terdiri dari 24 Desa yaitu:10 1. Desa SukaMakmur. 2. Desa Marga Mulya. 3. Desa Jenang. 4. Desa Marga (Ibu kota Kecamatan) 5. Desa Rantau Harapan. 6. Desa Talang Bukit. 7. Desa Bukit Subur. 8. Desa Tri Jaya. 9. Desa Tanjung Harapan. 10. Desa Berkah. 11. Desa Ujung Tanjung. 12. Desa Markanding. 13. Desa Tanjung Lebar. 14. Desa Sumber Mulya (Sungai Bahar XII) 15. Desa Marta Manungal (Sungai Bahar XIII) 16. Desa Bukit Mulya (Sungai Bahar XIV) 17. Desa Bukit Makmur (Sungai Bahar XV) 18. Desa Bahar Mulya (Sungai Bahar XVI) 19. Desa Tanjung Mulya (Sungai Bahar XVII) 20. Desa Bukit Mas (Sungai Bahar XVIII) 21. Desa Sumber Jaya (Sungai Bahar XIX) 22. Desa Adipura Kencana (Sungai Bahar XX) 23. Desa Bukit Jaya (Sungai Bahar XXI) 24. Desa Tanjung Sari (Sungai Bahar XXII)

Luas wilayah Kecamatan Sungai Bahar adalah 695,55 Km2 yang terdiri dari: * Kebun Kelapa Sawit: 376,37 Km2 * Perkarangan: 52,53 Km2 * Lahan LUI : 22,51 Km2 * Lahan LU II : 240 Km2 * FU/TKD : 4,14 Km2

Transmigrasi di Sungai Bahar termasuk jenis transmigrasi umum yaitu jenis transmigrasi yang dilaksanakan dan dibiayai oleh pemerintah dengan pola PIR-TRANS. Yaitu pola kemitraan yang dikaitkan dengan program transmigrasi seperti yang terjadi tahun 1980-an masa orde baru.

Program perusahaan inti rakyat atau kemitraan merupakan hasil dari Instruksi Presiden No. 1 tahun 1986 tentang perkebunan dengan pola perusahaan inti rakyat yang dikaitkan dengan program transmigrasi yang dikenal dengan PIR-Trans.11 Dikembangkannya pola PIR Transmigrasi tahun 1983/1984 silam, perkebunan kelapa sawit mulai diperkenalkan kepada masyarakat. Pemerintah mendorong pola kerjasama petani dengan perusahaan perkebunan sebagai plasma perusahaan dimana keberadaan perusahaan perkebunan dapat memperkuat posisi petani dalam berusaha.

Pola kerjasama PIR Transmigrasi, yang didukung oleh perusahaan perkebunan swasta, juga sudah berlangsung lama di Provinsi Jambi. Menurut salah satu transmigran yang datang ke Sungai Bahar tahun 1986 pak Sarjono (68 tahun). Ia datang ke Sungai Bahar guna mengelola lahan perkebunan kelapa sawit. Lahan perkebunan diberikan seluas 2 hektar dengan lahan rumah dan pekarangan seluas 0,5 hektar. Lahan perkebunan sudah ditanam sawit dan lahan pekarangan inilah untuk menanam kebutuhan sayur dan tanaman palawija untuk kebutuhan mereka sebelum sawit belum menghasilkan. Sebagai peserta PIR Trans tahun 1986 silam asal Provinsi Jawa Tengah. Melalui program kemitraan dengan perusahaan, mereka juga mendapatkan jatah hidup (jadup) setiap bulannya dari pemerintah. Selama satu tahun, berupa sembilan kebutuhan pokok seperti: beras, gula, garam, minyak goreng,sabun, ikan asin dll. Pola petani plasma sebagai mitra perusahaan perkebunan milik swasta, juga mendapatkan bantuan dari pemerintah, berupa subsidi bunga pinjaman selama 10 tahun. Dimana, keberhasilan yang mampu diraih sebagian petani, bisa melunasi pinjaman dari pihak perbankan tersebut, dalam kurun waktu 5 hingga 6 tahun saja. Tak hanya mampu melunasi hutang kepada pihak perbankan lebih cepat dari tenor yang ditentukan sebelumnya, dalam perjalanan hidup sebagai petani plasma kelapa sawit dewasa ini, juga banyak petani yang memiliki kemampuan ekonomi lebih, seperti kemampuan membeli lahan kebun lainnya di wilayah sekitarnya.

Pada bidang pendidikan, tak jarang ditemukan mahasiswa atau mahasiswi di Perguruan Tinggi nasional dan internasional, yang berasal dari keluarga petani kelapa sawit. Keterlibatan Dinas Transmigrasi dalam penyediaan wilayah transmigrasi dan pendampingan terhadap masyarakat transmigrasi menjadi bagian yang penting. Sebelum dijadikan sebagai tempat pemukiman, transmigrasi terlebih dahulu diadakan survei lapangan yang menunjukkan kelayakan kepantasan dan potensinya. Prosedur penyediaan tanah pemukiman transmigrasi harus melalui tiga tahapan:

 a. Tahap penyediaan areal

b. Tahap penelitian dan pengusulan lokasi.

 Tahap ini di tujukan pada daerahdaerah yang sudah ditempati antara 2 sampai 4 tahun yaitu untuk mengetahui perkembangan sosial-ekonomi dan budaya serta faktor-faktor lain yang kemungkinan perluasan lokasi-lokasi untuk penempatan transmigran.

c. Tahap mendapatkan S.K hak pengelolaan.

Dinas transmigrasi melakukan pemberdayaan kawasan transmigrasi dan perpindahan: Pertama, melakukan persiapan sarana pemukiman transmigrasi lalu setelah itu melakukan perpindahan/penyerahan dan penempatan transmigrasi. Kemudian pemerintah juga memutuskan untuk menyerahkan barang-barang yang dapat digunakan dan diserahkan adalah sebagai berikut : 1. Tanah hak pakai desa (tanah bengkok) dan tanah umum desa. 2. Bangunan dan fasilitas umum dan peralatannya (balai desa,rumah ibadah, balai pengobatan, kantor KUD,Pasar, pemeliharaan prasana jalan dan jembatan, pemeliharaan seluruh saluran tata air. 3. Alat-alat pertanian sederhana, alat pertukangan dan pandai besi.

Beberapa permasalahan juga muncul dari para transmigran, diantar banyak anya karena tidak betah tinggal di daerah baru. Kasus-kasus ini banyak terjadi pada transmigrasi lokal. Sehingga banyak yang jatah lahannya di jual. Selain beberapa kasus transmigran kabur karena tidak betah, ada juga oknum yang sengaja menjual lahannya dan setelah itu balik lagi ke daerah asalnya dan mendaftar lagi menjadi transmigrasi yang baru.



Notification